Minggu, 15 April 2012

HUKUM PERJANJIAN

A. Standart Kontrak
Dalam kontrak kerja, kita dapat mengetahui syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban bagi pekerja dan pemberi pekerja/perusahaan, selain itu kita juga dapat mengetahui status keja, apakah kita berstatus karyawan tetap atau kontrak. berikut bentuk macam - macam kontrak kerja

* berbentuk lisan/ tidak tertulis

kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namum kontrak kerja jenis ini tetap bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut. kelemahan yang terjadi adalah isi kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena tidak dipernah dituangkan secara tertulis sehingga merugikan pekerja

* Berbentuk Tulisan

Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh.

B. Macam - macam Perjanjian

1. Perjanjian untuk memberikan ( menyerahkan ) suatu barang, tidak terdapat sesuatu petunjuk dalam undang-undang.
2. Mengenai barang yang tak tertentu ( artinya barang yang sudah disetujui atau dipilih), dapat dikatakan bahwa para ahli hukum yurispudensi adalah sependapat bahwa eksekusi riil itu dapat dilakukan, misalnya jual-beli.
3. mengenai barang tak bergerak ada dua pendapat. Yurisprudensi pada waktu sekarang dapat dikatakan masih menganut pendirian bahwa eksekusi riil tidak mungkin dilakukan. Pendirian itu didasarkan pada dua alasan.

C. Syarat sahnya Perjanjian

Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :

* Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

* Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.

* Mengenai suatu hal tertentu

Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.

* Suatu sebab yang halal

Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

Saat Lahirnya Perjanjian

Menurut azas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua piak tersebut. Apa yang dikendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi secara bertimbal balik. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.
Dengan demikian maka untuk mengetahui apakah telah dilahirkan suatu perjanjian dan bilamanakah perjanjian itu dilahirkan, harus dipastikan apakah telah tercapai sepakat tersebut dan bilamana tercapainya sepakat itu.
Karena suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte).

Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Pembatalan ini pada umumnya berakibat bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjan sebelum dibuat. Kalau yang dimaksudkan oleh undang-undanbg itu untuk melindungi suatu pihak yang membuat perjanjian sebagai mana halnya dengan orang-orang yang masih dibawah umur/dalam hal telah terjadi suatu paksaan, kekilafan atau penipuan, maka pembatalan itu hanya dapat dituntut oleh orang yang hendak dilindungi oleh undang-undang itu. Penuntutsn pembatalan yang dapat diajukan olerh salah satu pihak yang membuat perjanjian yang dirugikan, karena perjanjian itu harus dilakukan setelah waktu lima tahun, waktu mana dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang yang belum dewasa dihitung mulai hari orang itu telah menjadi dewasa dan dalam hal suatu perjanjian yang dibuat karena kekhilafan atau penipuan dihitung mulai hari dimana kekhilafan atau penipuan ini diketahuinya. penuntutan pembatalan akan tidak diterima oleh hakim jika ternyata sudah ada penerimaan baik dari pihak yang rugikan.


Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Menilik macam-macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan itu, perjanjian dibagi dalam tiga hal yaitu :
1. Perjanjian untuk memberikan penyerahan suatu barang
2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu
3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Hal yang harus dilaksanakan itu dinamakan “Prestasi”
Perjanjian dari macam pertama adalah misalnya: jual-beli, tukar-menukar, menghibahkan atau pemberian, sewa-menyewa, pinjam-pakai. Suatu persoalan dalam hukum perjanjian ialah persoalan , apakah berhutang atau si debitur tidak menepati janjinya, si berpiutang atau kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan itu artinya apakah si berpiutang dapat dikuasakan oleh hakim untuk mewujudkan atau merealisasikan sendiri apa yang menjadi haknya menurut perjanjian.

sumber :
http://www.gajimu.com/main/tips-karir/kontrak-kerja/macam-2013-macam-kontrak-kerja

http://staff.ui.ac.id/internal/131861375/material/FE-HUKUMPERJANJANJIAN.ppt

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/tulisan-hukum-perjanjian/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Recent Comments

Introduction

Recent Posts

Visitors

free counters

Visitors

free counters