Senin, 19 Desember 2011

Review Jurnal

MEMBANGKITKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI: PERAN PERGURUAN TINGGI
I. Pendahuluan
            Jika banyak orang berpendapat Ekonomi Kerakyatan merupakan konsep baru yang mulai populer bersama reformasi 1998-1999 sehingga masuk dalam “GBHN Reformasi”, hal itu bisa dimengerti karena memang kata ekonomi kerakyatan ini sangat jarang dijadikan wacana sebelumnya. Namun jika pendapat demikian diterima, bahwa ekonomi kerakyatan merupakan konsep baru yang “mereaksi” konsep ekonomi kapitalis liberal yang dijadikan pegangan era ekonomisme Orde Baru, yang kemudian terjadi adalah “reaksi kembali” khususnya dari pakar-pakar ekonomi arus utama yang menganggap “tak ada yang salah dengan sistem ekonomi Orde Baru”. Strategi dan kebijakan ekonomi Orde Baru mampu mengangkat perekonomian Indonesia dari peringkat negara miskin menjadi negara berpendapatan menengah melalui pertuumbuhan ekonomi tinggi (7% pertahun) selama 3 dasawarsa. “Yang salah adalah praktek pelaksanaannya bukan teorinya”.
II . KOSUDGAMA Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan
        Koperasi Serba Usaha Dosen Gadjah Mada (Kosudgama) berdiri sebagai badan hukum tanggal 31 Maret 1982 dan berkantor di satu rumah dinas milik UGM di Bulaksumur A-14, yang sampai sekarang tetap menjadi kantor pusatnya, meskipun sudah berubah wajah menjadi pusat bisnis dengan toko swalayan, apotik, dan warung telepon untuk umum. Salah satu kemajuan Kosudgama yang patut disebut adalah bahwa keanggotaannya kini menarik orang-orang di luar UGM sendiri, yaitu pegawai UGM bukan dosen, dan dosen-dosen di luar UGM seperti UPN Veteran, UII, dan sebagainya.
         Faktor utama mengapa  anggota berduyun-duyun masuk adalah karena mereka dengan menjadi anggota merasa kepentingannya terlayani dengan baik, lebih baik dibanding koperasi atau organisasi ekonomi lain selain Kosudgama. Kosudgama adalah organisasi ekonomi yang tepat sekali menggambarkan organisasi kerjasama (gotongroyong) untuk mengangkat derajat dan martabat anggota, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya melalui kerjasama yang tidak mengejar laba seperti halnya Perseroan Terbatas.
          Pelajaran apa yang dapat ditarik dari pengalaman keberhasilan Kosudgama? Pertama, kesungguhan kerja pengurus dan staf serta kesetiaan mereka pada prinsip-prinsip berkoperasi, yaitu bekerjasama dengan ikhlas dan jujur demi kepentingan anggota. Prinsip kerja koperasi untuk melayani dan sekaligus memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota adalah penting sekali, dan keberhasilannya merupakan ukuran utama misi organisasi. Kedua, Kosudgama adalah koperasi perkumpulan orang, bukan organisasi yang dibentuk terutama untuk menghimpun modal.  Ketika Kosudgama berdiri tahun 1982 tujuan utama koperasi yang diperjuangkan pengurus adalah mengadakan rumah bagi dosen-dosen muda yang sangat membutuhkan, dan membeli buku-buku ajar (textbook) yang relatif mahal dari luar negeri. Jadi tidak seperti sebuah PT (Perseroan Terbatas) yang mengumpulkan modal saham dari anggota kemudian mencari usaha-usaha yang menguntungkan, koperasi mengenali kebutuhan urgen anggota yang kemudian dibantu untuk memenuhinya.
III . Koperasi Wadah Ekonomi Rakyat
          Ekonomi Rakyat dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu/diperjuangkan melalui koperasi. Kepentingan-kepentingan ekonomi rakyat seperti inilah yang tidak dilihat oleh pakar-pakar ekonomi yang memperoleh pendidikan ekonomi melalui buku-buku teks dari Amerika dan yang tidak berusaha menerapkan ilmunya pada kondisi nyata di Indonesia. Teori-teori ekonomi mikro maupun makro dipelajari secara deduktif tanpa upaya  menggali data-data empirik untuk mencocokkannya. Karena contoh-contoh hampir semuanya berasal dari Amerika dengan ukuran-ukuran relatif besar, maka mereka dengan mudah menyatakan ekonomi rakyat tidak ada dan tidak ditemukan di buku-buku teks Amerika. Misalnya Menteri Pertanian yang memperoleh gelar Doktor Ekonomi Pertanian dari Amerika Serikat dengan yakin menyatakan bahwa “Farming is business”, meskipun tanpa disadari yang dimaksud adalah”Farming (in America) is business”, sedangkan di Indonesia harus dicatat tidak semuaya dapat dikategorikan sebagai bisnis tetapi “way of life”, kegiatan hidup sehari-hari yang sama sekali bukan kegiatan bisnis yang mengejar untung.
         Ekonomi rakyat sebagai mata pencaharian sebagian besar rakyat (rakyat banyak) memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi pada tahun 20-an dan 30-an ketika perkebunan-perkebunan besar Belanda merugi karena anjlognya harga ekspor, justru perkebunan rakyat menikmatinya.
 
IV . Peranan Ilmu Ekonomi

            Di Indonesia, sampai dengan krismon tahun 1997, ilmu ekonomi yang dipahami seperti digambarkan di atas menduduki tempat terhormat di kalangan ilmu-ilmu sosial. Misalnya insinyur yang belajar dan mengambil derajat tambahan ilmu ekonomi, dan kemudian bergelar Dr. Ir, diakui memiliki kemampuan “luar biasa” atau keahlian ekstra karena disamping teknolog juga masuk “kelompok elit teknokrat ekonomi”.
                Pemikiran yang ingin kami kembangkan adalah bahwa krismon 1997 dan ketimpangan ekonomi dan sosial yang serius sejak pertengahan tahun delapan puluhan, terutama disebabkan oleh strategi pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dan kurang memperhatikan asas pemerataan dan keadilan. Dan strategi yang “keliru” ini diterapkan karena ekonom (teknokrat ekonomi) memperoleh kepercayaan berlebihan dalam penyusunan strategi pembangunan. Terhadap kesimpulan terakhir para teknokrat banyak yang keberatan karena menurut mereka ajaran dan nasihat-nasihat yang mereka berikan tidak pernah salah. Yang salah adalah pelaksanannya, bukan teorinya, lebih-lebih jika diingat bahwa krismon terjadi setelah tim ekonomi pemerintah semakin dikuasai oleh non-ekonom, khususnya di BAPPENAS.

KESIMPULAN
         Bahwa pengajaran ilmu ekonomi di Fakultas-fakultas Ekonomi kita kurang tajam (vigorous), kurang relevan, atau keliru. Lebih merisaukan lagi jika kemudian timbul kesan bahwa ilmu ekonomi mengajarkan bagaimana orang mencari uang, atau mengejar untung, dengan tidak mempertimbangkan akibat tindakan seseorang bagi orang lain. Ilmu ekonomi yang mengajarkan bahwa manusia adalah homo-economicus cenderung mengajarkan sikap egoisme, mementingkan diri sendiri, cuek dengan kepentingan orang lain, bahkan mengajarkan keserakahan. Karena ilmu ekonomi mengajarkan keserakahan maka tidak mengherankan bahwa dalam kaitan konflik kepentingan ekonomi antara perusahaan-perusahaan konglomerat dan ekonomi rakyat, para sarjana ekonomi cenderung atau terang-terangan memihak konglomerat. Dan lebih gawat lagi mereka yang memihak ekonomi rakyat atau melawan konglomerat, dianggap bukan ekonom. Misalnya dalam masalah kenaikan upah minimum propinsi (UMP) tidak diragukan bahwa jika tidak mau di sebut “bukan ekonom” anda harus berpihak pada majikan /pengusaha karena pemaksaan kenaikan UMP “pasti berakibat pada meluasnya penggangguran”.

Nama kelompok :
·         Arie Septian
·         Fajar Rizky
·         Ferry Maihami
·         Herman Fuady S

Review Jurnal

WAJAH KOPERASI TANI DAN NELAYAN DI INDONESIA: SEBUAH TINJAUAN KRITIS
Latar Belakang
Sejak dahulu sektor pertanian di Indonesia selalu didekati dengan pembagian atas dasar sub-sektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Cara pengenalan dan penggerakan koperasi pada saat itu mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah. Sehingga terlahir koperasi pertanian, koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas ketika itu adalah koperasi peternakan sapi perah dan koperasi tebu rakyat. Kedua-duanya mempunyai ciri yang sama yaitu menghadapi pembeli tunggal pabrik gula dan konsumen kota.
 Pada sub sektor pertanian tanaman pangan yang pernah diberi nama “pertanian rakyat” praktis menjadi instrumen untuk menggerakkan pembangunan pertanian, terutama untuk mencapai swasembada  beras. Hal serupa juga di ulang oleh pemerintah Orde Baru dengan mengaitkan dengan pembangunan desa dan tidak lagi terikat ketat dengan Departemen Pertanian seperti pada masa Orde Lama dan awal Orde Baru. Tugas koperasi pertanian ketika itu adalah menyalurkan sarana produksi pertanian terutama pupuk, membantu pemasaran yang kesemuanya berkaitan dengan program pembangunan sektor pertanian dan “pengerakannya” kepada koperasi selalu apabila gagal dilaksanakan sendiri atau langsung oleh pemerintah, contoh padi sentra, kredit BIMAS hingga distribusi pupuk.
Diantara koperasi yang ada di Indonesia yang jumlahnya pada saat ini lebih dari 103 ribu unit, KUD termasuk yang mempunyai jumlah KUD aktif tertinggi yaitu 92% atau sebanyak 7931 unit KUD pada saat ini tidak berbeda dengan koperasi lainnya dan tidak memperoleh privilege khusus, tidak terikat dengan wajib ikut program sektoral, sehingga pada dasarnya sudah menjadi koperasi otonomi yang memiliki rata-rata anggota terbesar.
  Koperasi pertanian yang digerakan melalui pengembangan kelompok tani setelah keluarnya Inpres 18/1998 mempunyai jumlah yang besar, namun praktis belum memiliki basis bisnis yang kuat dan mungkin sebagian sudah mulai tidak aktif lagi. Usaha mengembangkan koperasi baru di kalangan tani dan nelayan selalu berakhir kurang menggembirakan. Mereka yang berhasil jumlah terbatas dan belum dapat dikategorikan sebagai koperasi pertanian sebagai mana lazimnya koperasi pertanian di dunia atau bahkan oleh KUD-khusus pertanian yang ada.
Posisi Perta nian : Kini dan Ke Depan
Posisi sektor pertanian sampai saat ini tetap merupakan penyedia lapangan kerja terbesar dengan sumbangan terhadap pembentukan produksi nasional yang kurang dari 19%. Jika dimasukkan keseluruhan kegiatan off form yang terkait dan sering dinyatakan sebagai sektor agribisnis juga hanya mencakup 47%, sehingga dominasi pembentukan nilai tambah juga sudah berkurang dibandingkan dengan sektor-sektor di luar pertanian. Isue peran pertanian sebagai penyedia pangan, bentuk ketahanan pangan juga menurun derajat kepentingan nya.
Problematika sektor pertanian di Indonesia yang akan mempengaruhi corak pengembangan koperasi pertanian dimasa depan adalah issue kesejahteraan petani, peningkatan produksi dalam suasana desentralisasi dan perdagangan bebas. Bukti empiris di dunia Mengungkapkan bahwa pertanian keluarga tidak mampu menopang kesejahteraan yang layak setara dengan sektor lainnya dalam suasana perdagangan bebas. Tema ini menjadi penting untuk melihat arah kebijakan pertanian dalam jangka menengah dan panjang, terutama penetapan pilihan sulit yang melilit sektor pertanian akibat berbagai Rasionalisasi. Kelangsungan hidup koperasi pertanian dimasa lalu sangat terkait Untuk melihat posisi koperasi secara kritis perlu didasarkan pada posisi sektor pertanian yang semakin terbuka dan bebas. Dengan dasar bahwa proses liberalisasi perdagangan yang berdampak pada sektor pertanian dalam bentuk dihapuskan kebijakan perencanaan pertanian yang kaku dan terpokus.politik reservasi tersebut, dan ke depan  hal ini juga akan sangat menentukan.
Untuk melihat posisi koperasi secara kritis perlu didasarkan pada posisi sektor pertanian yang semakin terbuka dan bebas. Dengan dasar bahwa proses liberalisasi perdagangan yang berdampak pada sektor pertanian dalam bentuk dihapuskan kebijakan perencanaan pertanian yang kaku dan terpokus.
Sketsa Koperasi Pertanian di Masa Depan
Perkembangan koperasi pertanian ke depan digambarkan sebagai “restrukturisasi” koperasi yang ada dengan fokus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil. Oleh karena itu konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi kredit pedesaan, yang menekankan pada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam sebagai ciri umum. Pada saat ini saja hampir di semua KUD, unit simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup Koperasi. Sementara kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif. Hal ini terkait dengan struktur pertanian dan pasar produk pertanian yang semakin kompetitif, termasuk jasa pendukung pertanian (jasa penggilingan dan pelayanan lainnya) yang membatasi insentif berkoperasi.
Untuk kegiatan pertanian lainnya agar lebih berhati-hati untuk mengenalkan konsep koperasi ke dalam kegiatan pertanian. Persyaratan usaha masing-masing anggota, kesesuaian struktur pasar dan keterkaitan jangka panjang antara bisnis anggota dan kegiatan koperasi akan tetap menjadi pertimbangan kepentingan untuk menumbuhkan koperasi pertanian. Pada akhirnya daerah otonom sebagai suatu kesatuan administrasi harus dilihat sebagai basis pemusatan koperasi.

Sumber : Oleh: Dr. Noer Soetrisno -- Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Di Susun Oleh :
Arie septian                      21210040
fajar R Nugroho               22210569
Fery M                             22210755
Herman F Siregar            23210266

DARI ILMU BERKOMPETISI KE ILMU BERKOPERASI

Review Jurnal
DARI ILMU BERKOMPETISI KE ILMU BERKOPERASI

Pendahuluan

        Ternyata pada saat berdirinya IKOPIN tahun 1984, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang berwenang memberikan ijin operasi perguruan-perguruan tinggi berpendapat ilmu koperasi tidak dikenal dan yang ada adalah ilmu ekonomi. Karena koperasi lebih dimengerti sebagai satu bentuk badan usaha, maka ilmu yang tepat untuk mempelajari koperasi adalah cabang ilmu ekonomi mikro yaitu manajemen. Masalah koperasi dianggap semata-mata sebagai masalah manajemen yaitu bagaimana mengelola organisasi koperasi agar efisien, dan agar, sebagai organisasi ekonomi, memperoleh keuntungan (profit) sebesar-besarnya seperti organisasi atau perusahaan-perusahaan lain yang dikenal yaitu perseroan terbatas atau perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN).
         Pada tahun-tahun tujuhpuluhan Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta mengkritik pedas koperasi–koperasi Indonesia yang lebih nampak berkembang sebagai koperasi pengurus, bukan koperasi anggota. Organisasi koperasi seperti KUD (Koperasi Unit Desa) dibentuk di semua desa di Indonesia dengan berbagai fasilitas pemberian pemerintah tanpa anggota, dan sambil berjalan KUD mendaftar anggota petani untuk memanfaatkan gudang danlaintai jemur gabah, mesin penggiling gabah atau dana untuk membeli pupuk melalui kredit yang diberikan KUD. Walhasil anggota bukan merupakan prasarat berdirinya sebuah koperasi.

Reformasi Kebablasan

        istem Ekonomi Indonesia berubah menjadi makin liberal mulai tahun 1983 saat diluncurkan kebijakan-kebijakanderegulasi setelah anjlognya harga ekspor minyak bumi. Pemerintah Indonesia yang telah dimanja bonansa minyak (1974 – 1981) merasa tidak siap untuk tumbuh terus 7% per tahun dalam kondisi ekonomi lesu, sehingga kemudian memberi kebebasan luar biasa kepada dunia usaha swasta (dalam negeri dan asing) untuk “berperan serta” yaitu membantu pemerintah dalam membiayai pembangunan nasional. Pemerintah memberikan kebebasan kepada orang-orang kaya Indonesia untuk mendirikan bank yang secara teoritis akan membantu mendanai proyek-proyek pembangunan ekonomi.
 Kondisi ekonomi Indonesia pra-krisis 1997 adalah kemajuan ekonomi semu di luar kemampuan riil Indonesia. Maka tidak tepat jika kini pakar-pakar ekonomi Indonesia berbicara tentang “pemulihan ekonomi” (economic recovery) kepada kondisi sebelum krisis dengan pertumbuhan ekonomi “minimal” 7% per tahun. Indonesia tidak seharusnya memaksakan diri bertumbuh melampaui kemampuan riil ekonominya. Jika dewasa ini ekonomi Indonesia hanya tumbuh 3-4% per tahun tetapi didukung ekonomi rakyat, sehingga hasilnya juga dinikmati langsung oleh rakyat, maka angka pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah itu jauh lebih baik dibanding angka pertumbuhan ekonomi tinggi (6-7% per tahun) tetapi harus didukung pinjaman atau investasi asing dan distribusinya tidak merata.
Reformasi ekonomi yang diperlukan Indonesia adalah reformasi dalam sistem ekonomi, yaitu pembaruan aturan main berekonomi menjadi aturan main yang lebih menjamin keadilan ekonomi melalui peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Ilmu Ekonomi Sosial

                Meskipun secara prinsip kami berpendapat teori dualisme ekonomi Boeke (1910, 1930) sangat bermanfaat untuk mempertajam analisis masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi bangsa dan rakyat Indonesia, namun pemilahan secara tajam kebutuhan rakyat ke dalam kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial harus dianggap menyesatkan. Yang benar adalah adanya kebutuhan sosial-ekonomi (socio-economic needs). Adalah tepat pernyataan Gunnar Myrdal seorang pemenang Nobel Ekonomi bahwa:
                The isolation of one part of social reality by demarcating it as “economic” is logically not feasible. In reality, there are no “economic”, “sociological”, or “psychological” problems, but just problems and they are all complex. (Myrdal, 1972: 139, 142)  Pernyataan Myrdal ini secara tepat menunjukkan kekeliruan teori ekonomi Neoklasik tentang “economic man” (homo economicus) sebagai model manusia rasional yang bukan merupakan manusia etis (ethical man) dan juga bukan manusia sosial (sociological man). Adam Smith yang dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi sebenarnya dalam buku pertamanya (The Theory of Moral Sentiments, 1759) menyatakan manusia selain sebagai manusia ekonomi adalah juga manusia sosial dan sekaligus manusia ethik.
     Jika pakar-pakar ekonomi Indonesia menyadari keterbatasan teori-teori ekonomi Barat (Neoklasik) seharusnya mereka tidak mudah terjebak pada kebiasaan mengadakan ramalan (prediction) berupa “prospek” ekonomi, dengan hanya mempersoalkan pertumbuhan ekonomi atau investasi dan pengangguran. Mengandalkan semata-mata pada angka pertumbuhan ekonomi, yang dasar-dasar penaksirannya menggunakan berbagai asumsi yang tidak realistis sekaligus mengandung banyak kelemahan, sangat sering menyesatkan.

Penutup

     Dalam era otonomi daerah setiap daerah terutama masyarakat desanya harus memiliki rasa percaya diri bahwa melalui organisasi kooperasi (koperasi) kegiatan ekonomi rakyat dapat diperhitungkan keandalan kekuatannya. Koperasi harus mereformasi diri meninggalkan sifat-sifat koperasi sebagai koperasi pengurus menjadi koperasi anggota dalam arti kata sebenarnya. Jika koperasi benar-benar merupakan koperasi anggota maka tidak akan ada program/kegiatan koperasi yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan/kebutuhan anggota. Dengan perkataan lain setiap “produk” atau kegiatan usaha koperasi harus berdasarkan “restu” atau persetujuan anggota. Koperasi tidak mencari keuntungan karena anggotalah yang mencari keuntungan yang harus menjadi lebih besar dengan bantuan organisasi koperasi.
   Dalam tatanan ekonomi baru pemerintah termasuk pemerintah daerah berperan menjaga dipatuhinya aturan main berekonomi yang menghasilkan “sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Otonomi daerah yang merupakan simbol kewenangan daerah untuk mengelola sendiri ekonomi daerah harus dilengkapi desentralisasi fiskal yang diatur secara serasi oleh pemerintah daerah bersama DPRD, kesemuanya diarahkan pada kesejahteraan rakyat yang maksimal.

Sumber : 
Oleh: Prof. Dr. Mubyarto -- Guru Besar FE-UGM Yogyakarta, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM
Bibliografi
Hill, Polly, 1975. A Plea for Indigenous Economics: The Western African Examples.
Hunt, E.K. History of Economic Thought: A critical Perspective, 1979. California, Wadsworth Publishing Company, Inc.
Keynes, John Maynard, 1935, The General Theory of Employment, Interest, and Money, London. Macmillan & Co., Ltd.
Lunati, M. Teresa, 1997, Ethical Issues in Economics: From Altruism to Cooperation to Equity, MacMilalan, London.
Mubyarto & Bromley, 2002. A Development Alternative for Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Mubyarto, 2002. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta, BPFE-UGM.
Mubyarto, Hudiyanto, & Agnes Mawarni, Ilmu Koperasi, (konsep), akan terbit.
Myrdal, Gunnar, 1975. Against the Stream: Critical Essays on Economics, New York, Vintage Book.
Smith, Adam. 1759. The Theory of Moral Sentiments, Washington D.C. Regnery Publishing.
Stanfield, J. Ron, 1979, Economic Thought and Social Change, London and Amsterdam, Feffer & Simons, Inc.

MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT

Review Jurnal

MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT

Bayu Krisnamurthi

            Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koprasi pada masa orde baru yang jelas pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi ekonomi yang melanda indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebernarnya peran kondisi dalam masyrakat indonesia, bagaimanaa prospeknya dan bagaimana strategi pengembanganyang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan datang.
            Beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Ada tiga tingkat brntuk esistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999)
            Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegaiatan gusaha yang dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan.
            Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga uaha lain. Pada kondisi ini, masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingka dengan lemabaga yang lainnya.
            Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan koperasi kredit.
            Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utamanya adalah dasar pemikiran ekonomi da;am konsep pendirian koperasi seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran, peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan( pengolahan, pemasaran dsb). Alasan lain, karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi atau alasan sosial politik lain, tampaknya belom menjadi faktor yang dominan.

FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI

            Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali berbagai pihak yang terkait dengan pengembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi. Faktor tersebut merupakan faktor pembeda antara koperasi berkembang dengan koperai yang tidak berfungsi atau tertutup
  1. koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.
  2. koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan dan otonomi untuk berorganisasi
  3. keberadaan koperasi di tentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi
  4. koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal kenaggotaan koperasi
  5. koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
    • luwes (flexibe) sesuai dengan kepentingan anggota
    • berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota
    • berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota
    • biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaki non-koperasi
    • mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri  
  
  1. keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesatuan oleh kesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau angggotanya

MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA : mulai apa yang sudah ada

isu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut
1.      mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi
2.      keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan untuk berkembang
3.      mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang
4.      mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi
5.      pengembangan kerja sama usaha antar koperasi
6.      peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya
7.      peningkatan citra koperasi
8.      penyaluran aspirasi koperasi

PENUTUP

Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya dua peryarat. Pertama, pendekatan perngembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipasif dan menghindari pengembagan yang didasarkan pada kepatuhan atasa arahan dari lembaga lain. Masyarakat perlu kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan sendiri.
Demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan prinsi-prinsip dam nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan. Kedua diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal. Yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan adalah strategi yang parsisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengan strategi yang selama ini diterapakan. Rekonsptualisasi sekaligus revilalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor yang paling mementukan dalam prespektif pengembangan partisipasif


Nama kelompok :
·         Arie Septian
·         Fajar Rizky
·         Ferry Maihami
·         Herman Fuady S

Minggu, 18 Desember 2011

Kunjungan Koperasi 2  (Kebijakan Akuntansi KPPD)


Kebijakan Akuntansi
1. Dasar Penyusunan Laporan Keuangan


Laporan Keuangan disusun berdasarkan nilai perolehan dengan metode akrual. Laporan arus kas disusun menggunakan metode tidak langsung dan arus kas dikelompokkan atas dasar kegiatan koperasi, investasi, dan pendanaan.
Untuk tujuan laporan arus kas, kas mencakup saldo Kas, Bank, dan depositojangka pendek yang jatuh tempo tiga bulan atau kurang dan dana tersebut tidak terikat sebagai jaminan/ikatan lainnya.


2. Pengakuan Pendapatan dan Beban


Pendapatan bunga pinjaman, retribusi, parker, dan lain-lain diakui dan dicatat sebagai pendapatan pada saat diterima/ atas dasar Kas, begitu pula biaya dicatat pada saat terjadinya.


3. Persediaan Kios


Kios yang belum terjual dicatat berdasarkan taksiran harga jual per m2 dari masing-masing kios sesuai lokasi kios.


4. Pinjaman yang diberikan


Pinjaman yang diberikan disajikan dalam jumlah netto setelah dikurangi Penyisihan Piutang Tak Tertagih, Penyisihan Piutang Tak Tertagih Diestimasi berdasarkan review atas kolektibilitas saldo masing-masing piutang.


5. Aktiva Tetap dan Penyusutan


Aktiva tetap dicatat sebesar harga perolehan bersih setelah dikurangi Penyusutan.
Kecuali atas tanah, Aktiva tetap disusutkan dengan menggunakan metode Garis Lurus, dengan taksiran masa manfaat, sebagai berikut
• Bangunan 20 Tahun atau 5%
• Bangunan dan Peralatan Wartel 10 Tahun atau 10%
• Peralatan dan Perlengkapan Kantor 4 Tahun atau 25%


6. Pajak Penghasilan


Pajak penghasilan diakui dengan metode hutang pajak. Dengan metode ini, Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan jumlah Sisa Hasil Usaha Kena Pajak tahun tersebut.


6. Kekayaan Bersih


Kekayaan bersih koperasi saat ini didapat dari:
• Iuran Anggota
• Donasi dan Cadangan


Nama Kelompok :
Arie Septian (21210040)
Fajar Rizky Nugroho (22210659)
Ferry Maihami (22210755)
Herman Fuady S (23210266)

Kunjungan Koperasi 3



Gambaran Umum Koperasi

1. Pendirian Koperasi

Koperasi Pedagang Pusat Pembelanjaan Depok Jaya (KPPD) berkedudukan di Jl. Nusantara Raya Depok Jaya Pancoran Mas kota Depok Propinsi Jawa Barat, dibentuk atas Kuasa Rapat Pembentukan Koperasi dan PPK Propinsi Jawa Barat dengan No. Badan Hukum 7615/BH/K/KWK.10/II/1997. Tanggal 5 Februari 1997 yang telah disesuaikan dengan Undang-UndangNomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Keanggotaan KPPD adalah para pedgang yang berlokasi di Pusat Perbelanjaan Depok Jaya, Kec. Pancora Mas, Kota Depok. Jumlah Anggota KPPD pada akhir tahun 2008 sebanyak 248 Anggota Aktif.

2. Susunan Pengurus

Pengurus dipilih oleh anggota melalui Rapat Anggota Tahunan. Susunan Pengurus KPPD periode 2006-2010 adalah sebagai berikut:

Pengurus :

Ketua :Sagimo Hadi Prawoto
Sekretaris :Radiman
Bendahara :Drs. Pandijo

3. Maksud dan Tujuan

Secara umum tujuan pembentukan KPPD adalah dalam rangka megembangkan potensi dan kemampuan anggota koperasi, meningkatkan dan mewujudkan kesahteraan anggota dan masyarakat pada umumnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, KPPD menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut:
• Unit Usaha Simpan – Pinjam, dibentuk dalam rangka membantu anggota-anggota untuk penyediaan fasilitas kredit modal kerja.
• Unit Usaha Pengelolaan Fasilitas, dibentuk dalam rangka pelayanan, membantu, mengkoordinir dan memfasilitasi untuk kegiatn usaha dari para anggota.

DI SUSUN OLEH :

Arie Septian                      21210040
Fajar R Nugroho               22210569
Fery Maihami                    22210755
Herman F Siregar             23210266


Review Jurnal

PEMBERDAYAAN KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS DI DAERAH PEDESAAN
Oleh :Almasdi Syahza


Abstrak
Pembangunan ekonomi kerakyatan di daerah Riau difokuskan kepada pemberdayaan petani terutama di pedesaan. Untuk pembangunan ekonomi pedesaan pemerintah daerah telah mengembangkan sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan berbasis agribisnis. Program ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Dalam pengembangan agribisnis masih ditemukan permasalahannya, antara lain: lemahnya struktur
permodalan dan akses terhadap sumber permodalan; ketersediaan bahan baku dan kontinuitasnya; terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi; lemahnya organisasi dan manajemen usaha; dan kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia. Salah satu alternatif pemecahannya untuk mengatasi masalah tersebut adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi. Koperasi memegang peranan sangat penting pada kegiatan
pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama di pedesaan. Koperasi harus berfungsi sebagai badan usaha di pedesaan dan pelaksana penuh pemasaran produk agribisnis.


Pendahuluan


Ketertinggalan pada sektor pertanian khususnya di pedesaan disebabkan kebijakan masa lalu yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki (Basri. Y.Z, 2003). Di daerah pedesaan bentuk usaha masyarakat pada umumnya pengolahan dari hasil pertanian mereka dalam bentuk usaha kecil atau industri rumah tangga. Dari sisi proses produksi mereka sangat terbatas dalam penguasaan teknologi dan kekurangan modal untuk pengembangan skala usahanya. Begitu juga kekuatan tawar menawar dari hasil produknya sangat rendah. Slah satu untuk meningkatkan kekuatan tawar menawar masyarakat pedesaan adalah melalui
lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi. Pemberdayaan masyarakat pedesaan juga harus mampu memberikan perlindungan yang jelas terhadap masyarakat. Upaya perlindungan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang akibat berlakunya
mekanisme pasar dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam hal ini, tampaknya sulit diterapkan mekanisme pasar. Masyarakat desa jelas akan kalah bersaing. Mereka tidak punya apa-apa selain tenaga-tenaga yang pada umumnya kurang terlatih. Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan, sektor pertanian harus menjadi sasaran utama. Sektor ini harus dijadikan pijakan yang kokoh sehingga di pedesaan bisa tercapai swasembada berbagai produk 3
pertanian, terutama pangan, sebelum memasuki era industrialisasi. Lebih spesifik, ketahanan pangan lokal harus tercapai lebih dahulu (Basri. M, 2007).
Penelitian ini mencoba mengidentifikasi bagaimana percepatan pembangunan ekonomi masyarakat melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis di daerah pedesaan. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah menemukan model percepatan pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis. Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat memberikan masukan kepada pelaku-pelaku bisnis dan pembuat kebijakan pada tingkat kabupaten.




Metode Penelitian


Penelitian ini mempergunakan metode survei dengan penentuan lokasi secara bertahap dan sepenuhnya dilakukan di daerah/kecamatan. Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah daerah potensial untuk pengembangan koperasi dari segi; jenis usaha dan potensi sumberdaya manusia.
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh lansung dari sumber utama yaitu pelaku bisnis di daerah terutama dalam kegiatan koperasi, pemuka masyarakat, birokrasi di pedesaan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode Rapid Rural Apprasial(RRA), yaitu suatu pendekatan partisipatif untuk mendapatkan data/informasi dan penilaian (assesment) secara umum di lapangan dalam waktu yang relatif pendek.




HASIL PENELITIAN


Permasalahan Koperasi di Pedesaan
Secara khusus kelemahan koperasi di pedesaan antara lain: 1) pada penentuan kepengurusan dan manajemen koperasi masih dipengaruhi oleh rasa tenggang rasa sesama masyarakat bukan didasarkan pada kualitas kepemimpinan dan kewirausahaan; 2) budaya manajemen masih bersifat feodalistik paternalistik (pengawasan belum berfungsi). Ini disebabkan karena terbatasnya kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki (khususnya untuk level manajemen). Masih lemahnya jiwa kewirausahaan dan rendahnya tingkat pendidikan pengurus; 3) anggota koperasi di pedesaan pada umumnya sangat heterogen, baik dari sisi budaya, pendidikan, maupun lingkungan sosial ekonominya; 4) usaha yang dilakukan tidak fokus, sehingga tingkat profitabilitas koperasi masih rendah. Akibatnya pengembangan aset koperasi sangat lambat dan koperasi sulit untuk berkembang; 5) masih rendahnya kualitas pelayanan koperasi terhadap anggota maupun non anggota. Ini berakibat rendahnya partisipasi anggota terhadap usaha koperasi; 6) masih lemahnya sistem informasi di tingkat koperasi, terutama informasi harga terhadap komoditas pertanian sehingga akses pasar produk pertanian dan produklainnya masih relatif sempit; 7) belum berperannya koperasi sebagai penyalur sarana produksi pertanian di pedesaan dan sebagai penampung hasil produksi pertanian.


Kebijakan Pembangunan Koperasi dan UKM
Koperasi dan usaha kecil-menengah merupakan bentuk dan jenis usaha yang digolongkan dalam ekonomi kerakyatan karena sifatnya mandiri dan merupakan usaha bersama. Ketahanan ekonomi daerah tergantung pada pelakupelaku ekonomi, termasuk kinerja koperasi dan usaha kecil-menengah. Untuk itu, kekuatan ekonomi akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila kekuatan sinergi kolektif yang dinaungi oleh koperasi berjalan sebagaimana
mestinya.
Diskusi dan Analisis
Untuk itu pengusaha terutama pelaku usaha kecil dan 8menengah (UKM) harus siap untuk menghadang masa depan usahanya dengan berbagai strategi, antara lain: 1) meningkatkan kualitas dan mutu produk daerah menjadi lebih unggul dari pada produk serupa dari luar daerah; 2) menembus pasar baru atau meningkatkan pangsa pasar atau paling tidak mempertahankannya (strategi jangka pendek); 3) menciptakan kegiatan baru yang produkstif dengan daya saing tinggi; dan 4) mengembangkan usaha tanpa merugikan efisiensi usaha (Syahza. A, 2008)


Pengembangan Koperasi Melalui Kemitraan
Konsep kemitraan merupakan bagian tanggungjawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep manajemen berdasarkan sasaran atau partisipatif. Perusahaan besar harus bertanggungjawab mengembangkan usaha kecil dan masyarakat pelanggannya, karena pada akhirnya konsep kemitraan yang dapat menjamin eksistensi perusahaan besar terutama untuk jangka panjang. Setiap pihak yang bermitra dengan koperasi, tidak hanya dilakukan sebagai belas kasihan oleh yang kuat terhadap yang lemah, tetapi kemitraan seyogyanya terjalin kinerja karena kehendak bisnis yang dibarengi dengan rasa tanggung jawab sosial yang kuat.


KESIMPULAN
Dengan berlakunya otonomi daerah, dunia usaha khususnya koperasi di daerah akan menghadapi suatu perubahan besar yang sangat berpengaruh terhadap iklim berusaha atau persaingan di daerah. Oleh sebab itu, setiap pelaku bisnis di daerah dituntut dapat beradaptasi menghadapi perubahan tersebut. Dalam pembangunan koperasi untuk percepatan ekonomi daerah, sangat perlu adanya kemitraan. Kemitraan yang dimaksud adalah dalam bentuk partisipasi dari semua unsur yang terkait untuk pengembangan koperasi. Pembangunan koperasi didasari oleh adanya potensi di daerah yang dapat 13mendukung berjalannya koperasi, antara lain: masyarakat, pengusaha (kecil dan menengah), industri rumah tangga, dan untuk daerah pedesaan adanya masyarakat petani.


SARAN
Untuk mengatasi masalah pemasaran produk UKM yang dialami oleh pengusaha, maka perlu dipikirkan paradigma baru dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif pemecahannya adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi. Dalam pembangunan koperasi untuk percepatan ekonomi daerah, sangat perlu adanya kemitraan. Kemitraan yang dimaksud adalah dalam bentuk partisipasi dari semua unsur yang terkait untuk pengembangan koperasi. Alternatif pemberdayaan koperasi di daerah adalah melalui konsep mekanisme kerjasama atau keterkaitan dengan perusahaan besar dalam bentuk kemitraan usaha.


DAFTAR PUSTAKA
Basri. Y.Z., 2003, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, dalam
Usahawan Indonesia No 03/TH.XXXII Maret 2003, Lembaga Manajemen
FE-UI, Jakarta: halaman 49-55.
Basri M, 2007., Desa dan Kemiskinannya,http://www.kompas.com/kompascetak/0703/30/Jabar/11719.htm, diakses 31 Juli 2007. 14
Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau, 2007, Pengkajian Peningkatan Daya
Saing KUKM yang Berbasi Pada Pengembangan Ekonomi Lokal di Propinsi
Riau, Dinas Koperasi, Pekanbaru.
Syahza. A,, 2003. Paradigma Baru Pemasaran Produk Pertanian Berbasis
Agribisnis di Daerah Riau, dalam Jurnal Ekonomi, TH. VIII/01/2003,
Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung: halaman 33-42.
Syahza. A., 2004. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Melalui
Pengembangan Industri Hilir Berbasis Kelapa Sawit di Daerah Riau, dalam
Sosiohumaniora, Vol 6 No 3, November 2004, Lembaga Penelitian
Universitas Padjadjaran, Bandung: halaman 217-231.
Syahza. A., 2007a. Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Percepatan
Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berbasis Agribisnis di Daerah Riau,
DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta.
Syahza. A., 2007b. Percepatan Pemberdayaan Ekonmomi Masyarakat Pedesaan
dengan Model Agroestate Berbasis Kelapa Sawit, dalam Jurnal Ekonomi,
Th.XII/02/Juli/2007, PPD&I Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara,
Jakarta: halaman 106-118.
Syahza. A., 2008. Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan Melalui
Pemberdayaan Koperasi Berbasis Agribisnis Di Daerah Riau, DP2M
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.
Wijaya, NHS. (2002). Membangun Koperasi dari Mimpi Buruknya, dalam
Usahawan Indonesia XXXI (07): halaman 28-34.

review jurnal


Studi peran serta wanita dalam pengembangan usaha kecil dan menengah koperasi

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1). Menganalisis kemampuan dan partisipasi perempuan dalam mengembangkan Usaha Kecil & Menengah (UKM) & Co-operative 2). Mengidentifikasi mendorong dan faktor penghambat partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM & Co-operative 3). Memperoleh alternatif lain untuk meningkatkan kemampuan dan partisipasi perempuan dalam pengembangan UKM & Koperasi. Studi ini diselenggarakan di 5 (lima) propinsi, mereka berada di Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, menggunakan perspektif jender survei metode, pengolahan data dengan tabulasi dan analisis data telah dilakukan oleh reflektif-deskriptif. Dari penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa sebagai pelaku UKM, wanita berperan sebagai sebagai pelaku bisnis atau sebagai pemilik, sebagai manajer atau bahkan tenaga kerja. Oleh karena itu wanita kebanyakan keberhasilan dalam berhubungan dengan keuangan, industri kerajinan, dan industri pengolahan. Karena itu, sebagian besar koperasi yang dikelola oleh wanita adalah tabungan dan pinjaman dalam kegiatan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa wanita berhasil dalam UKM & Koperasi pembangunan terlihat dari kinerja beberapa Perempuan Co-Operasi di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, baik ditunjukkan oleh organisasinya aspek yang jumlah dan pertumbuhan dari anggotanya, bekerja kinerja yang adalah nilai dan pertumbuhan modal sendiri, modal eksternal, omset, dan mencapai keuntungan.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

                Ketika Indonesia dilanda kritis, pemerintah baru tersadar bahwa usaha besar yang dibangga- banggakan justru sebagian besar bangkrut/gulung tikar dan memberikan beban berat bagi negara dan bangsa, sebaliknya usaha kecil dan koperasi yang selama ini dipandang sebelah mata mampu bertahan,bahkan berkembang.
Hampir setiap hari, semua media melaporkan kondisi krisis ekonomi yang tak kunjung membaik. Tingkat kesehatan perbankan, dan upaya pemulihan sektor riil seolah tak ada hasilnya, PHK dan pengangguran bertambah. Karena krisis suami sebagai kepala rumah tangga menjadi pegangguran tak kentara dan kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak, kesehatan tak mungkin dihentikan, memaksa para istri yang semula hanya sebagai ibu rumah tangga mulai berperan di berbagai bidang usaha.

1.2 Perumusan Masalah

                Wanita memiliki berbagai kelebihan seperti keuletan, etos kerja yang tinggi,juga memiliki kelemahan-kelemahan yang menghambat peran serta dan partisipasinya dalam perekonomian Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian atau studi secara mendalam guna memperoleh gambaran secara persis kemampuan dan peran serta wanita dalam kegiatan pengembangan usaha, yaitu : 1) sampai seberapa jauh kompetensi dan peran wanita dalam berbagai kegiatan atau bidang usaha, 2) kenapa mereka berhasil di suatu jenis usaha tertentu dan kenapa mereka selalu gagal dalam bidang usaha lainnya, 3) sampai sejauh mana wanita memiliki kelebihan dan kelemahan dalam melakukan pengembangan usaha, serta 4) bagaimana kemungkinan pengembangan kemampuan dan peran serta mereka dalam pengembanganusaha kecil, menengah dan koperasi.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang ingin dicapai pada studi ini adalah :
1) Mengnalisis kemampuan dan peranserta wanita dalam mengembangkan UKMK
2) Mengidentifikasi factor pendorong dan penghambat peranserta wanita dalam pengembangan UKMK
3) Memperoleh alternative peningkatan kemampuan dan peranserta wanita dalam pengembangan UKMK

II. KERANGKA PEMIKIRAN

GBHN 1999 antara lain mengamanatkan perlunya meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan baik di pusat maupun di daerah.
Istilah wiraswasta sebelumnya lebih sering dipakai darpada wirausaha sebagai padanan kata intrepreneur , berasal dari wira berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan, atau pejuang , dan swa berarti sendiri dan ta berarti berdiri, sehingga swasta berarti berdiri diatas kaki sendiri atau berdiri atas kemampuan sendiri. Dengan demikian wiraswasta/wirausaha berarti pejuang yang gagah, luhur, berani dan paantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Dengan kata lain wirausaha adalah orang-orang yang memiliki sifat/jiwa kewirausahaan/kewiraswastaan, yaitu berani mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, keteladanan dalam menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Untuk melihat hasil usahanya dilihat dari kinerja koperasi /UKM, baik kinerja kelembagaan maupun usahanya. Dengan menganggap faktor luar tidak berpengaruh, maka bila pelaku usaha memiliki kompetensi usaha maka kinerja usahanya akan baik. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dicari faktor-faktor dominan atau kelebihan-kelebihan yang kebanyakan dimiliki wanita yang menyebabkan wanita berhasil, dan diidentifikasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki wanita yang biasanya akan menjadi penghambat keberhasilannya, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha. Untuk peningkatan kemampuan wanita diidentifikasi kebutuh peningkatan pengetahuan dan ketrampilannya.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi
Studi ini dilaksanakan di lima propinsi yaitu : Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat.
3.2 Metode Penelitian dan Analisis Data
3.2.1 Metode Studi
Tehnik pengumpulan data primer dengan pengamatan dan diskusi, pengmatan langsung di lapang, dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM serta instansi terkait baik tingkat propinsi maupun kabupaten berupa publikasi, dokumen, laporan kegiatan.
3.2.2 Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilaksanakan dengan cara tabulasi dan analisa data dilakukan secara diskriftif reflektif.
3.3 Ruang Lingkup
Aspek yang menjadi focus dalam penelitian ini adalah:
- Identifikasi kompetensi wanita dalam pengembangan usaha atau kewirausahaan.
- Identifikasi peran serta wanita dalam berbagai kegiatan usaha dari berbagai sector usaha, kelompok usaha bersama (KUB), koperasi wanita atau koperasi lainnya yang pengelolanya sebagian besar wanita
- Identifikasi kinerja KUB wanita, kegiatan usaha wanita diberbagai jenis usaha, sosiasi usaha, pendampingan usaha, koperasi wanita atau koperasi.
- Identifikasi faktor pendorong dan penghambat peran serta wanita dalam pengembangan kegiatan usaha.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
  4.1 Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sampel
                Kegiatan usaha pokok koperasi sampel adalah simpan pinjam, sedang kegiatan usaha lain yang ditangani antara lain KCK, toko/ waserda, kantin/ catering, wartel/ kiospon, kredit barang dan konveksi. Pengurus Koperasi sample berjumlah 3 sampai 6 orang , 5 Koperasi 5 Koperasi (50%) telah memiliki manager dengan pendidikan SLTA (3 kop: K1, K2 Jabar dan K1 Sulsel), dan S1 (2 Kopwan Jatim).
4.2 Kinerja UKM contoh lima propinsi
                Usaha kecil wanita yang menjadi sampel dalam penelitian ini 22 UK yaitu Jatim 2 UK, Jabar 6 UK, Kalbar 3 UK, dua diantaranya adalah KUB, Sulsel 7 UK diantaranya 2 KUB dan Sumbar 4 UK, Kebanyakan UKM contoh telah memulai usahanya sejak t\ahun 1990an atau berumur 5-10 tahun yaitu sebanyak 16 UK, tahun 1980 an atau berumur 15-20 tahun 5 UK dan satu UK telah berumur 30 tahun.
4.3 Keberhasilan dan Kegagalan Wanita Sebagai Pelaku Usaha
                Keberhasilan wanita ditunjang dari kelebihan-kelebihan wanita yang merupakan faktor dominan terhadap keberhasilannya sebagai pelaku usaha antara lain telaten, jujur sehingga lebih dipercaya, ulet, sabar, teliti, cermat, serius, tekun, berani mengambil resiko, tangguh, tidak mudah menyerah, memiliki jiwa bisnis atau wira usaha, kemauan keras, semangat, dedikasi dan loyalitas tinggi, terbuka, bekerja dengan ikhlas, selalu menjaga nama baik, tidak egois, disiplin dalam administrasi maupun pengelolaan keuangan.
4.4 Permasalahan Yang Dihadapi dan Kiat Yang Dilakukan Koperasi atau UKM Dalam Pengembangan Usahanya
                Permasalahan-permasalahan yang dihadapi UKM maupun koperasi demikian pula UKMK wanita dapat mempengaruhi kinerjanya. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain kurang modal, lemahnya SDM, kurang sarana/ prasarana, sulitnya akses ke perbankan, kurang menguasai pasar, kurang menguasai penggunaan teknologi,
4.5 Alasan Mengapa Wanita Berkiprah Di Koperasi atau UKM
                Alasan atau motivasi wanita melakukan usaha, yaitu untuk menentukan apa yang ingin dicapai,, tujuan apa yang hendak dicapai, serta produk apa yang akan dihasilkan. Banyaknya motivasi wanita melakukan usaha karena ingin mengurangi pengangguran atau menciptakan lapangan usaha, menunjukkan adanya kesadaran dari wanita atas kondisi pengangguran yang semakin meningkat, adanya kesadaran dari wanita untuk menciptakan pekerjaan bukan mencari pekerjaan.
4.6 Pemanfaatan Teknologi Dan Pemikiran Diversifikasi Usaha
                Teknologi sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan usaha, baik dalam rangka peningkatan kualitas maupun kuantitas karena dengan teknologi pekerjaan berjalan secara otomatis akan mempersingkat waktu, mungkin bisamenekan biaya, dan meningkatkan kualitas produk.
4.7 Hubungan Kerja Antara Pimpinan/ Pelaku Usaha Dengan Bawahan/Sejawat dan Mitra Usaha
                Hubungan kerja pimpinan/ pelaku usaha dengan anak buah/ staf/ manajer atau dengan sejawat seperti dalam koperasi dengan Badan Pengawas hampir seluruhnya menyatakan tidak ada kesulitan. Kendala hubungan dengan mitra usaha kebanyakan yang banyak diperlukan adalah kemitraan dengan BUMN atau BUMS belum jalan, pembayaran tidak tepat waktu, kesulitan dalam penagihan cicilan pada anggota, dan lain sebagainya.
4.8 Kebutuhan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan
                Dalam hal peningkatan ketrampilan, yang banyak dibutuhkan oleh pelaku usaha wanita adalah mengenai peningkatan ketrampilan manajerial, memasarkan produk, penggunaan teknologi dan sumber daya masing-masing, kemudian melakukan inovasi sesuai dengan kegiatan usahanya, dan memproduksi barang dan jasa.
4.9 Persepsi Terhadap Citra Diri Dan Kompetensi Pelaku Usaha
                Sebagain besar pimpinan atau pelaku usaha kecil dan pengurus koperasi wanita kepemimpinannya bersifat partisipatif yaitu dalam mengambil keputusan meminta pendapat, masukan, dan saran dari staf atau anak buah dan sebagain kecil kepemimpinannya bersifat semi partisipatif yaitu dalam pengambilan keputusan mendengarkan pendapat, masukan, dan saran dari staf atau anak buah meskipun keputusan tetap ditangani pimpinan sendiri.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
                Dalam kegiatan UKM, wanita berperan sebagai pelaku usaha atau sebagai pemilik, sebagai manager ataupun tenaga kerja. Dalam kegiatan koperasi, wanita dapat berperan sebagai anggota, pengurus, pengawas, manager, pembina ataupun pendamping usaha. Peran serta wanita dalam berbagai sektor, namun sesuai dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki wanita. Koperasi contoh yang dikelola wanita, dapat diketegorikan koperasi kecil, sedang, besar dan sangat besar dilihat dari kelembagaan khususnya jumlah anggota dan tenaga kerjanya, kinerja usahanya dan hampir maupun semuanya berjalan cukup baik
Koperasi/UKM sampel masih menghadapi permasalahan-permasalahan dalam mengembangkan usahanya, seperti kurang modal, lemahnya SDM, kurang menguasai teknologi/pasar memperngaruhi kinerja usaha, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut perlu dicarikan pemecahan secara terpadu. Hampir seluruh responden wanita pelaku usaha menyatakan ingin menciptakan lapangan usaha/mengurangi penggangguran sebagai motivasi mengapa berkiprah dalam dunia usaha.
Sebanyak 87,8 % responden wanita pelaku usaha yang menyatakan tidak ada kesulitan dalam menjalin hubungan kerja dengan anak buah, sejawat, ini menunjukkan responden memiliki kemampuan peran sosial yang baik Terdapat kesadaran dan kemauan yang tinggi dari wanita pelaku usaha untuk meningkatkan kemampuan ketrampilannya agar dapat meningkatkan usahanya, baik dalam bentuk pendidikan/pelatihan, studi banding,maupun magang.
5.2 Saran
                Untuk mengatasi permasalahan dalam sulitnya akses pada sumber-sumber permodalan, pemerintah diharapkan dapat memberikan kemudahan pada koperasi/UKM memperoleh fasilitas kredit, konsep Modal Awal Padanan (MAP) yang dirintis BPSKPKM yang mudah diakses koperasi/UKM mungkin implementasinya dapat diperluas.
Guna meningkatkan kompetisi pelaku usaha dalam rangka meningkatkan usahanya perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Serta adanya kebutuhan pembinaan manajerial, pelayanan bisnis lainnya untuk memudahkan akses pada sumber permodalan.

DAFTAR PUSTAKA :
Sumber : http://smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_136.pdf
Anonim, Laporan Akhir Penelitian Peranan Wanita Dalam Pengembangan Koperasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, 1991-1992;
Hesti, R.Wd. Penelitian Perspektif Gender dalam Analisis Gender Dalam Memahami Persoalan Perempuan, Jurnal Analisis Sosial Edisi IV Nopember 1996;
Hetifah, S. dkk, Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil, Seri Penelitian AKATIGA, Yayasan AKATIGA 1995;
Masykur Wiratmo, Pengantar Kewiraswastaan Kerangka Dasar Memasuki Dunia, BPFE-UGM Yogyakarta, edisi Pertama;
Porter Michael E, “Competitive Advantage””, The Free Press, 1985;
Siagian Salim dan Asfahani, Kewirausahaan Indonesia dengan Semangat 17-8-1945, Puslatkop. PK Depkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Jakarta;
Sumampaw, S.A. dkk, Ada Bersama Tradisi Seri Usaha Mikro Kecil, Swisscontact dan Limpad, 2000
Sumber : http://smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_136.pdf

Recent Comments

Introduction

Recent Posts

Visitors

free counters

Visitors

free counters